Penulis : Dimaz Akbar
Kamis 26 Oktober 2017
Probolinggo,KraksaanOnline.com - Dalam rangka meningkatkan pengetahuan pengendalian kejadian penyakit antraks dan leptospirosis, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo memberikan sosialisasi tata laksana penyakit bersumber binatang, Kamis (26/10/2017).
Kegiatan yang diikuti oleh pelaksana program surveilans Puskesmas se-Kabupaten Probolinggo ini diselenggarakan dengan metode kebijakan pengendalian zoonosis (Leptospirosis dan Antraks), analisa dan situasi tentang penyakit bersumber binatang serta tata laksana penyakit bersumber binatang.
Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Probolinggo Dewi Veronica mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan penularan, gambaran klinis, manajemen kasus dan pencegahan Antraks dan Leptospirosis.
"Selain itu meningkatkan pengetahuan untuk mempersiapkan spesimen Antrak dari hewan, tanah dan manusia. Serta meningkatkan kemampuan untuk melakukan analisis risiko Antraks dan Leptospirosis," katanya.
Sementara Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Probolinggo Liliek Ekowati mengungkapkan sebagian besar wilayah Jawa Timur telah menjadi wilayah endemik Zoonosis (penyakit yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya seperti flu burung, rabies, pes, anthrax, leptospirosis, brucelosis, dsb) yang berpotensi menjadi wabah bahkan beresiko menjadi pandemi.
"Dampak Zoonosis langsung berhubungan dengan kesehatan masyarakat mulai dampak penyakit akut hingga kronis serta mulai dari tingkat mortalitas rendah hingga mortalitas tinggi," ungkapnya.
Menurut Liliek, penyakit yang ditularkan melalui perantara hewan Zoonosis masih banyak terjadi di Jawa Timur dimana dari tahun ke tahun menunjukkan gejala yang patut diwaspadai. Kasus leptospriosis sebagai bagian dari zoonosis terjadi Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Sampang pada tahun 2013 dengan jumlah kasus 96 penderita dan meninggal 9 orang.
"Penyebaran leptospirosis mulai ditemukan di banyak kabupaten di Jawa Timur, termasuk Kabupaten Probolinggo. Total kasus tahun 2016 sebanyak 398 kasus dengan kematian sebanyak 10 orang. Tahun 2017 sampai dengan bulan April 2017 sebanyak 91 kasus dengan kematian 13 orang," jelasnya.
Liliek menerangkan, antraks terjadi pada hewan dan manusia. Pada hewan dilaporkan ada 2 sapi mati dengan gejala antraks dan pada manusia dilaporkan ada 6 orang dengan bekas luka antraks. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan antrak positip pada manusia, tanah dan hewan.
"Secara epidemiologi dimungkinkan tersebar antraks di beberapa kabupaten dengan pasar hewan yang mengelompok. Kejadian antraks di Jawa Timur faktor risiko yang menunjol adalah pekerja di tempat pemotongan hewan," terangnya.
Lebih lanjut Liliek menambahkan penyakit leptospirosis di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2017 yang telah diperiksa laboratorium melalui pemeriksaan RDT sebanyak 3 (tiga) orang. "Tersebar di Kecamatan Pakuniran, Tiris dan Sumber masing-masing sebanyak 1 orang," tegasnya.
Liliek menjelaskan tingginya kasus Zoonosis dan angka kematian yang semakin meningkat disebabkan pencegahan terjadinya penularan penyakit Zoonosis ke manusia belum optimal serta belum semua petugas kesehatan memahami tatalaksana kasus penyakit dan diagnosis penyakit yang disebabkan Zoonosis.
"Selain itu, kurangnya penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat sehingga ada kejadian penyakit akibat Zoononosis, dukungan dari pengambil kebijakan yang belum memprioritaskan program P2 Zoonosis serta belum adanya pengadaan Reagensia RDT (Rapid Diagnosa Test) untuk mendiagnosa penyakit yang disebabkan oleh Zoonosis di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur," pungkasnya. (maz)
//
Editor : fir