AHY Cocoknya Jadi Bupati Kami Saja
Penulis : Rikamson Jutamardi Purba
Hitung-hitungan seorang netizen atas Bantuan Langsung Sementara (BLS) dan Dana Bergulir (DB) versi AHY yang dilansir pada debat kandidat ke-1, Jumat (13/01/17), sudah pasti keliru, karena angkanya tak realistik, mencapai 67,16 triliun rupiah atau 95,68 persen APBD DKI Jakarta tahun 2017 yang besarnya 70,19 triliun rupiah. Demikian juga meme yang dilansir Katakita.com, tampaknya terlalu heboh…!
Selain karena kesalahan mengaplikasikan angka –AHY menyatakan bahwa BLS itu untuk setiap keluarga (KK) penduduk miskin dan bukan untuk setiap jiwa yang banyaknya 385.840 orang itu– sang netizen juga salah menarik asumsi penyaluran/pencairan DB. Yang namanya DB, penyaluran/pencairannya tentu bertahap, tidak sekaligus untuk seluruh objek sasaran yang jumlahnya 930.620 unit usaha itu.
Sebagaimana dilansir Kompas.com, 14 November 2016, "Program Agus-Sylvi, dari Bantuan Rp 5 Juta per Keluarga Miskin hingga Rp 1 Miliar per RW" dan dari debat kandidat, hitungan saya, dana yang sifatnya cash transfer itu berjumlah 4,35 triliun rupiah saja per tahun atau 6,2 persen APBD DKI Jakarta tahun 2017. Benar yang dikatakan AHY dalam debat, angka itu memang relatif kecil. Tabel berikut ini bisa menjadi sebuah perbandingan.
Tetapi yang penting bukan istilahnya itu: pengentasan rakyat miskin – dalam bahasanya Anies, "… peningkatan kesejahteraan. Kami bukan memerangi kemiskinan; pendiri republik ini tak pernah memerangi kemiskinan; mereka mengatakan, memajukan kesejahteraan umum …"– melainkan bagaimana cara untuk keluar dari kemiskinan itu.
Sandi – dengan latar belakang pengusaha – lebih jelas mengelaborasi (menguraikan) program unggulan mereka. Satu kecamatan, satu center for entrepreneurship (pusat kewirausahaan). Wujudnya: mempermudah lahan usaha dengan garasi inovasi, mempermudah (pengambilan) kredit sampai 300 juta rupiah, serta pembinaan dan pendampingan (mentorship).
Meskipun Mpok Sylvi adalah orang dalam Pemda DKI Jakarta, mereka belum menyiapkan sistem peningkatan kesejahteraan rakyat ini secara struktural/sistemik.
Mereka lebih menekankan cara-cara menarik simpati pemilih dalam jangka pendek, sekadar untuk memenangi pilkada yang akan dihelat 15 Februari 2017.
Kita tahu, BLT atau BLS dan dana bergulir (semacam "pemberian ikan") sering meninabobokkan masyarakat, karena masyarakat (kelas bawah) umumnya merasakan itu sebagai haknya yang telah dirampas oleh koruptor dan/atau pemerintah yang tidak becus.
Ahok-Djarot-lah yang paling jelas programnya, sementara Anies-Sandi masih agak retorik.
Ahok-Djarot menawarkan pemberian modal usaha dengan pola bagi hasil (profit sharing, setelah pendapatan dikurangi biaya/cost) 80 : 20, dimana yang 80 persen untuk yang bekerja dan 20 persen untuk pemda DKI Jakarta, dimana setelah anggota masyarakat yang ikut dalam program ini cukup banyak, yang 20 persen tadi ditaruh di koperasi.
Djarot menambahkan, "… Kami memberdayakan warga masyarakat yang sekarang sudah eksis ada 132 UMKM dibina. Kita menyediakan dana 1 triliun rupiah…" Mereka tidak menyetujui bantuan langsung tunai (BLT), karena menurut mereka, itu tidak mendidik.
Pola BLT atau BLS dan DB memang tidak ideal. Yang seperti itu memang harus bersifat sementara dan cocok pada daerah atau kondisi tertentu saja.
Mungkin yang seperti itu – sementara ini – masih cocok di daerah kami yang pemdanya lebih memikirkan kesejahteraan birokrasi tanpa diiringi upaya peningkatan produktivitas mereka dan melupakan rakyatnya.
Kebetulan bupati kami (Kabupaten Simalungun, Sumut) juga dari PD yang ngetop dengan gaya pencitraan. Dia Letkol, sementara AHY masih Mayor.
Mungkin gaya AHY cocok di daerah kami, karena di sini, uang rakyat lebih banyak buat birokrat. Postur APBD Kabupaten Simalungun tahun anggaran 2017 dapat dengan jelas menggambarkannya.
Belanja Pegawai (dalam Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung) tahun 2017 mengambil porsi 50,5 persen yakni 1,16 triliun rupiah dari total belanja yang besarnya 2,3 triliun rupiah, padahal jumlah pegawai pemda hanya 12.029 orang berbanding jumlah penduduk yang jumlahnya 1.152.025 orang (data 2014) atau hanya 1,04 persen, amat sangat kecil sekali.
Atau, agar lebih tajam, jika dibandingkan dengan angka pengangguran terbuka yang jumlahnya 70.609 orang (untuk tahun 2005 saja dan cenderung terus bertambah dari tahun ke tahun), maka setiap 1 orang pegawai, ada 6 orang pengangguran terbuka yang sedang mencari kerja.
Masyarakat seperti inilah yang kebutuhan pangan, sandang, dan papannya amat sangat terancam sekali dan perlu segera ditolong. Di daerah dengan kondisi seperti inilah model BLS-nya AHY itu pas.
Oleh karenanya, kami undang AHY untuk jadi bupati kami saja. Hitung-hitung, meskipun masih berpangkat mayor, kami punya bupati lulusan Kennedy School of Government, Harvard University, Amerika Serikat. Di sini, kami juga belum pernah lihat langsung yang namanya moshing-moshing atau stage diving itu.
Cocok ham rasa?
(Bahasa Simalungun: "ham" = sampeyan).
Selengkapnya :
http://ift.tt/2jA6KWQ