PERAWANGPOS -- Maraknya media baru yang menyerbu dunia maya saat ini membuat Masyarakat mempunyai banyak pilihan untuk mendapatkan berita yang mereka inginkan.
Namun, tak bisa dihindari, media-media yang bermunculan bak cendawan dimusim hujan ini dapat juga memberi stigma negatif. Walaupun begitu, acapkali media abal-abal ini justru lebih berani dan akurat dalam memberikan informasi ke masyarakat.
Arswendo Atmowiloto, wartawan senior, mengatakan dalam acara Hari Pers Nasional di Gedung Siwa Lima, Jalan Karang Panjang, ambon, Maluku ; "Kita tak boleh membeda-bedakan media apa pun. Semua tujuannya sama, yang penting media jangan bohong dan menebar fitnah. Itu pidana namanya," kata Arswendo.
Dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, yang diselenggarakan pada 7 Januari 2017, Dirjen Aplikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Samuel Abrijani Pangerapan, mengatakan ; ada sekitar 43.000 media massa yang tidak memenuhi persyaratan peraturan perundangan. Wartawan dari media 'abal-abal' itu sering dilaporkan memeras pejabat. Kata dia, karena statusnya yang masih ilegal, situs media abal-abal itu semestinya tidak bisa protes jika diblokir oleh Kemenkominfo.
Dewan pers juga telah melakukan verifikasi terhadap perusahaan media. Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo atau Stanley, mengeluarkan pernyataan tertulis pada 4 Februari 2017, ada sekitar 74 media yang lolos verifikasi. Namun, pernyataan Stanley itu dibantah Ketua bidang verifikasi perusahaan pers Dewan Pers, Ratna Komala. Daftar media yang terverifikasi itu, kata Ratna, hoax.
Terlepas dari itu, menurut Arswendo, berita-berita yang menggegerkan seringkali berasal dari media-media yang disebut abal-abal itu.
"Tentu berkat kontribusi teman-teman kita ini. setelah geger soal berita itu, media lain kan langsung mengikuti," tutup dia.
Sumber : Rimanews