BERITA MALUKU. Proses musyawarah sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Tahun 2017 yang digelar oleh Panitia Pengawas Malteng yang dalam hal ini bertindak sebagai pimpinan musyawarah, telah dilanjutkan dengan penyampaian keterangan saksi ahli Tonitane, SH. M.Hum, yang dihadirkan Termohon (KPUD Malteng) sekaligus pimpinan musyawarah untuk mendengarkan penyampaian kesimpulan dari kedua belah pihak, baik pemohon dan termohon maupun pihak terkait, yang digelar di Hotel Isabela Masohi, sore tadi, Kamis (20/10/2016).
Dalam pantauan Berita Maluku Online, jalannya musyawarah tersebut, pihak termohon dalam hal ini tim kuasa hukum, mempertanyakan dasar hukum memperkarakan sengketa Pilkada Malteng oleh pihak pemohon kepada Panwas Malteng dalam hal ini pemohon dari pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Malteng jalur independen Isnain-Jacob.
Menurut salah satu tim kuasa hukum termohon, Carles Litay, mengatakan, kedudukan hukum untuk mengajukan perkara sengketa pilkada harus merujuk pada peraturan Bawaslu nomor 8 tahun 2015, dan kaitannya dengan peraturan KPU (PKPU) nomor 5 tahun 2016.
"Pengajuan permohonan penyelesaian sengketa pemilihan oleh pihak pemohon yang masih berkedudukan sebagai bakal Calon, menurut kami tidak sesuai dengan PerBawaslu nomot 8 tahun 2015, pasal 4, mengatakan bahwa permohonan penyelesaian sengketa itu terkait dengan penetapan KPU tentang penetapan pasangan calon yang dapat diajukan oleh pasangan calon," kata Litay Usai diskor jalannya musyawarah.
Menurutnya, ada dua variabel dalam perbawaslu nomor 8 pasal 4 tahun 2015, yang dapat dipakai sebagai dasar pengajuan sengketa.
Yang pertama menurut Litay, adalah objek hukum. Objek hukum adalah keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon yang dapat dijadikan dasar pengajuan sengketa, dan yang kedua adalah subjek hukum. Subjek hukumnya adalah yang berhak mengajukan sengketa adalah pasangan calon bukan pasangan yang masih berstatus sebagai bakal calon.
"Dengan demikian, legal standing atau kedudukan hukum pengajuan sengketa pemilahan dari pemohon tidak ada," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum pemohon, Jo Kainama, SH, mengatakan, tidak ada jalur hukum lain yang ditempuh kalau terjadi pelanggaran dalam tahapan pimilihan kepala daerah, selain pengajuan sengketa kepada Panwas, Bawaslu dan terakhir ke PTUN.
"Kami kira seperti apa yang kami sampaikan dalam kesimpulan maupun keterangan saksi ahli yang sudah kami hadirkan, tidak ada ruang yudisial lain yang ditempuh kalau terjadi pelanggaran dalam tahapan pimilihan kepala daerah, selain pengajuan sengketa kepada Panwas, Bawaslu dan terakhir ke PTUN, jika prosesnya sudah melewati Panwas dan Bawaslu. Sehingga terkait itu adalah salah dan keliru dalam mengartikan secara dramatikal bahwa yang berhak mengajukan permohonan sengketa pemilihan itu hanya pasangan yang sudah berstatus calon," katanya.
Olehnya itu lanjut Kainama, undang-undang maupun perbawaslu nomor 5 tahun 2015 tentang ketentuan pengawasan pemilihan itu mengisyaratkan tanggungjawab pengawasan pemilihan oleh Panwas itu mulai sepanjang tahapan proses pemilihan.
"Jadi kami merasa, bahwa kami memiliki legal standing apalagi didalam pasal 1 butir 20 perbawaslu nomor 8 tahun 2015 mengatakan, pemohon ialah pelapor yang mengajukan sengketa permohonan tidak disebutkan pelapor itu bakal pasangan calon tidak disebutkan apakah pelapor itu pasangan calon. Bahkan dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 perbawaslu 8 yang digunakan oleh pihak terkait mengatakan bawah, bakal pasangan calon yang mendaftar pertanyaannya apakah klien kami tidak mendaftar," tanya Kainama sembari mengharapkan Panwas sebagai pimpinan musyawara memutuskan hasil musyawarh sengket dengan mengandalkan asas keadialan.
Sementara itu, musyawarah sengketa akan dilanjutkan hari sabtu tanggal 22 Oktober 2016 dengan mendengar putusan sengketa dari Pimpinan musyawarah yang dipimpin Stenli Mailisa. (Kayum/e)
Dalam pantauan Berita Maluku Online, jalannya musyawarah tersebut, pihak termohon dalam hal ini tim kuasa hukum, mempertanyakan dasar hukum memperkarakan sengketa Pilkada Malteng oleh pihak pemohon kepada Panwas Malteng dalam hal ini pemohon dari pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Malteng jalur independen Isnain-Jacob.
Menurut salah satu tim kuasa hukum termohon, Carles Litay, mengatakan, kedudukan hukum untuk mengajukan perkara sengketa pilkada harus merujuk pada peraturan Bawaslu nomor 8 tahun 2015, dan kaitannya dengan peraturan KPU (PKPU) nomor 5 tahun 2016.
"Pengajuan permohonan penyelesaian sengketa pemilihan oleh pihak pemohon yang masih berkedudukan sebagai bakal Calon, menurut kami tidak sesuai dengan PerBawaslu nomot 8 tahun 2015, pasal 4, mengatakan bahwa permohonan penyelesaian sengketa itu terkait dengan penetapan KPU tentang penetapan pasangan calon yang dapat diajukan oleh pasangan calon," kata Litay Usai diskor jalannya musyawarah.
Menurutnya, ada dua variabel dalam perbawaslu nomor 8 pasal 4 tahun 2015, yang dapat dipakai sebagai dasar pengajuan sengketa.
Yang pertama menurut Litay, adalah objek hukum. Objek hukum adalah keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon yang dapat dijadikan dasar pengajuan sengketa, dan yang kedua adalah subjek hukum. Subjek hukumnya adalah yang berhak mengajukan sengketa adalah pasangan calon bukan pasangan yang masih berstatus sebagai bakal calon.
"Dengan demikian, legal standing atau kedudukan hukum pengajuan sengketa pemilahan dari pemohon tidak ada," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum pemohon, Jo Kainama, SH, mengatakan, tidak ada jalur hukum lain yang ditempuh kalau terjadi pelanggaran dalam tahapan pimilihan kepala daerah, selain pengajuan sengketa kepada Panwas, Bawaslu dan terakhir ke PTUN.
"Kami kira seperti apa yang kami sampaikan dalam kesimpulan maupun keterangan saksi ahli yang sudah kami hadirkan, tidak ada ruang yudisial lain yang ditempuh kalau terjadi pelanggaran dalam tahapan pimilihan kepala daerah, selain pengajuan sengketa kepada Panwas, Bawaslu dan terakhir ke PTUN, jika prosesnya sudah melewati Panwas dan Bawaslu. Sehingga terkait itu adalah salah dan keliru dalam mengartikan secara dramatikal bahwa yang berhak mengajukan permohonan sengketa pemilihan itu hanya pasangan yang sudah berstatus calon," katanya.
Olehnya itu lanjut Kainama, undang-undang maupun perbawaslu nomor 5 tahun 2015 tentang ketentuan pengawasan pemilihan itu mengisyaratkan tanggungjawab pengawasan pemilihan oleh Panwas itu mulai sepanjang tahapan proses pemilihan.
"Jadi kami merasa, bahwa kami memiliki legal standing apalagi didalam pasal 1 butir 20 perbawaslu nomor 8 tahun 2015 mengatakan, pemohon ialah pelapor yang mengajukan sengketa permohonan tidak disebutkan pelapor itu bakal pasangan calon tidak disebutkan apakah pelapor itu pasangan calon. Bahkan dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 perbawaslu 8 yang digunakan oleh pihak terkait mengatakan bawah, bakal pasangan calon yang mendaftar pertanyaannya apakah klien kami tidak mendaftar," tanya Kainama sembari mengharapkan Panwas sebagai pimpinan musyawara memutuskan hasil musyawarh sengket dengan mengandalkan asas keadialan.
Sementara itu, musyawarah sengketa akan dilanjutkan hari sabtu tanggal 22 Oktober 2016 dengan mendengar putusan sengketa dari Pimpinan musyawarah yang dipimpin Stenli Mailisa. (Kayum/e)